
Judul : Matahariku
Chapter 16 : END...
Author : Kakashy Kyuuga
Disclsimer : Naruto punya om Masashi ^_^
Genre : hurt and romance.
Pairing : Naruhina
Di ruangan ICU.
Naruto terbaring lemah dengan berbagai macam selang dan -entah apa namanya- yang menempel di tubuhnya, dan beberapa alat medis yang-entah apa namanya juga- mengelililngi Naruto.
Naruto terbaring diantara hidup dan matinya, dia terbaring dengan memperjuangkan hidupnya untuk orang yang dia cinta namun dia pun tak bisa lari yang namanya TAKDIR. Sejauh apapun dia lari dari yang namanya TAKDIR dia tak akan bisa, karena TAKDIR itu adalah jalan yang harus dia lalui.
Naruto, bagaimana jika kau tahu kalau Hinata siap mengorbankan nyawanya untukmu? Apa kau akan membiarkannya? Atau kau akan menghentikannya? Apa yang akan kau lakukan?
Naruto, di dalam dimensi manapun dan didalam kehidupan manapun Hinata selalu siap mengorbankan nyawanya demimu. Dia siap mati demi melindungi senyummu yang telah mengubahnya, dia siap meski kau hanya menganggapnya sebagai teman atau orang yang special.
Apa yang akan kau lakukan, Naruto? Jika posisimu seperti Hinata, apa kau akan melakukan hal yang sama untuk Hinata? Atau kau akan merelakannya pergi dengan tenang?
Naruto, cinta Hinata padamu tak terbatas dan tak berbalas. Dia tidak meminta apa-pun darimu, hanya senyummu, senyummu yang telah membuat hidupnya berarti. Jika kau dengar suara hati Hinata, aku mohon. Jawablah panggilannya, jawabalah cintanya. Dan buktikan padanya jika kau tak akan membiarkan dia sendiri dan buktikan jika kau tak ingin kehilangannya.
Buktikanlah, Naruto. Buktikan jika kau tak pernah mengingkari janjimu.
………………………………………………………………………….
Di ruang operasi, Hinata berbarung tepat di atas meja operasi. Dia sudah siap menyerahkan jantungnya untuk Naruto, apapun akan dia lakukan asal dia bisa menyelamatkan senyum Naruto.
Hinata apa kau tahu, kenapa Naruto malam itu berada di atap bersamamu di saat kau ingin bunuh diri? Apa kau tahu, saat itu dia juga ingin mengakhiri hidupnya sama seperti dirimu.
Tapi, setelah bertemu denganmu, dia menjadikan mu alasan untuk tetap bertahan dalam kesakitan. Bagaimana jika dia tahu kau mengeorbankan nyawamu untuknya? Apa kau pikir dia akan bahagia setelah itu?
Jangan bodoh, Hinata!
Ruang operasi masih sunyi, beberapa tim medis tiba-tiba meninggalkan ruang operasi tanpa dia tahu sebabnya. Masih dalam pengaruh obat bius Hinata menatap hampa langit-langit kamarnya, air matanya terus menaglir tanpa henti bagai hujan di musim penghujan.
Di pikirannya sekarang adalah bagaimana hidup Naruto sepeninggalnya, apa dia akan segera melupakan dirinya?
“Tuhan, apa salah dan dosa ku? Dosa apa yang telah aku lakukan di kehidupan sebelumnya hingga kau coba aku seperti ini di kehidupan ini?”
Tuhan, jika kau memang menakdirkan aku dengannya, tunjukan kebesaran-Mu Tuhan. Tunjukan padaku, agar aku percaya Kau tak menyia-nyiakan hidupku.
Siapa yang harus aku salahkan, Naruto atau Dirimu Tuhan?
Aku tahu, semua ini ada hikmahnya. Aku tahu, Kau pun sayang padaku. Tapi kenapa scenario yang kau buat seperti ini?”
Naruto, kenapa kau begitu bodoh memberikan harapan pada gadis lemah seperti Hinata? Kenapa kau memberikan kehidupan pada gadis penyakitan seperti Hinata sementara kau sendiri telah kehilangan kehidupanmu?
Kau payah, Naruto. Kau hanya bisa berjanji, kau adalah pemberi haparan palsu.
……………………………………………………………..
Sementara tubuh Hinata makin melemah, wajahnya mulai memucat bagai mayat, tangisnya pun mulai mereda. Perlahan-lahan Hinata menutup matanya, dia menghela napas panjang yang terdengar berat.
“Hinata-chan” mata Hinata terbelak mendengar suara Naruto di telinganya. Segera dia membuka matanya dan melihat sosok Naruto berdiri di depannya dengan memasang senyum mentarinya di bawah cahaya lampu yang remang-remang membuat dia terlihat benar-benar bagai matahari.
“Na-Naruto-kun” panggil Hinata pelan, ada segurat kebahagian di wajah letihnya melihat Naruto kini baik-baik saja.
“Iya, ini aku. Aku datang, Hinata-chan. Aku kan sudah bilang aku tidak akan meninggalkanmu sendirian”
“Ka-kau tak akan meninggalkan aku sendirian?” Tanya Hinata serasa tak percaya dengan apa yang dia dengar.
“Iya, karena aku tak pernah mengingkari janjiku. Karena itu aku datang untuk menjemputmu, apa kau sudah siap?” ucap Naruto seraya memberikan tangannya pada Hinata dan seulas senyum mentarinya .
“Aku sedang menunggumu Naruto-kun” jawab Hinata membalas senyum Naruto dengan senyum kebahagiannya.
“Ayo, kita pergi. Mereka sudah menunggu kita” lanjut Naruto.
“Ayo, kita tidak boleh membuat mereka menunggu” jawab Hinata seraya menyambut tangan Naruto.
Tubuh Hinata saat bangun terasa bagai angin, seakan rasa sakit yang dia rasakan selama ini menghilang bersaam saat dia meraih tangan Naruto. Setelah memegang tangan Hinata, Naruto menggenggam tangan Hinata dengan erat tanpa melepaskan senyum mentarinya.
“Apa kau bahagia, Hinata?” Tanya Naruto
“Aku tak pernah merasa sebahagia ini” jawab Hinata tersenyum bahagia.
“Aku pun begitu, setelah ini kita akan terus bersama” lanjut Naruto seraya mengajak Hinata berjalan.
“Aku tak akan melepaskan tanganmu, Naruto-kun” tambah Hinata ikut melangkah mengikuti langkah Naruto.
…………………………………………………….
Sementara itu di ruangan lain, suasana sunyi memenuhi ruangan itu. Kesan suram da tegang hampir di perlihatkan oleh semua penghuni kamar itu.
Tsunade berjalan mundur menjauh dari satu-satunya ranjang di ruangan itu. Wajah pucatnya terlihat syok berat sampai dia tak mampu berkata apa-apa, dari ekspresinya semua yang ada di ruangan itu tahu apa maksudnya.
“Na-Naruto____” suara Tsunade terdengar parau saat dia menyebut nama Naruto.
“Tsunade-sama?!” Gaara mencoba meyakinkan apa yang dia lihat, Tsunade hanya menunduk sambil teisak-isak.
“Uzumaki Naruto, dinatakan meninggal pada hari ini pukul sekian” kata seorang tenaga medis memberikan keputusan atas kematian Naruto.
“Tidak!!” semua yang ada di dalam ruangan itu terdiam dalam kedukaan mereka.
“Naruto~~~~”
“Naruto!”
“Dasar, dobe!”
“Kau memang selalu merepotkan, tapi kenapa kau pergi secepat ini!”
“Na-Naruto~~~~~~~~~~~~~~~~”
“…….”
“……”
Sekira itulah suasana di dalam ruang operasi saat Naruto pergi meninggalkan teman-temanya.
…………………………………………………….
Setelah selesai menangani Naruto, para tim medis segera kembali ke ruangan operasi tempat Hinata berada. Hal yang sama juga terjadi pada mereka saat mereka tiba di ruangan opersai dan menemukan Hinata sudah tak bernyawa lagi.
Kau percaya jodoh dan takdir?
Chapter 16 : END...
Author : Kakashy Kyuuga
Disclsimer : Naruto punya om Masashi ^_^
Genre : hurt and romance.
Pairing : Naruhina
Di ruangan ICU.
Naruto terbaring lemah dengan berbagai macam selang dan -entah apa namanya- yang menempel di tubuhnya, dan beberapa alat medis yang-entah apa namanya juga- mengelililngi Naruto.
Naruto terbaring diantara hidup dan matinya, dia terbaring dengan memperjuangkan hidupnya untuk orang yang dia cinta namun dia pun tak bisa lari yang namanya TAKDIR. Sejauh apapun dia lari dari yang namanya TAKDIR dia tak akan bisa, karena TAKDIR itu adalah jalan yang harus dia lalui.
Naruto, bagaimana jika kau tahu kalau Hinata siap mengorbankan nyawanya untukmu? Apa kau akan membiarkannya? Atau kau akan menghentikannya? Apa yang akan kau lakukan?
Naruto, di dalam dimensi manapun dan didalam kehidupan manapun Hinata selalu siap mengorbankan nyawanya demimu. Dia siap mati demi melindungi senyummu yang telah mengubahnya, dia siap meski kau hanya menganggapnya sebagai teman atau orang yang special.
Apa yang akan kau lakukan, Naruto? Jika posisimu seperti Hinata, apa kau akan melakukan hal yang sama untuk Hinata? Atau kau akan merelakannya pergi dengan tenang?
Naruto, cinta Hinata padamu tak terbatas dan tak berbalas. Dia tidak meminta apa-pun darimu, hanya senyummu, senyummu yang telah membuat hidupnya berarti. Jika kau dengar suara hati Hinata, aku mohon. Jawablah panggilannya, jawabalah cintanya. Dan buktikan padanya jika kau tak akan membiarkan dia sendiri dan buktikan jika kau tak ingin kehilangannya.
Buktikanlah, Naruto. Buktikan jika kau tak pernah mengingkari janjimu.
………………………………………………………………………….
Di ruang operasi, Hinata berbarung tepat di atas meja operasi. Dia sudah siap menyerahkan jantungnya untuk Naruto, apapun akan dia lakukan asal dia bisa menyelamatkan senyum Naruto.
Hinata apa kau tahu, kenapa Naruto malam itu berada di atap bersamamu di saat kau ingin bunuh diri? Apa kau tahu, saat itu dia juga ingin mengakhiri hidupnya sama seperti dirimu.
Tapi, setelah bertemu denganmu, dia menjadikan mu alasan untuk tetap bertahan dalam kesakitan. Bagaimana jika dia tahu kau mengeorbankan nyawamu untuknya? Apa kau pikir dia akan bahagia setelah itu?
Jangan bodoh, Hinata!
Ruang operasi masih sunyi, beberapa tim medis tiba-tiba meninggalkan ruang operasi tanpa dia tahu sebabnya. Masih dalam pengaruh obat bius Hinata menatap hampa langit-langit kamarnya, air matanya terus menaglir tanpa henti bagai hujan di musim penghujan.
Di pikirannya sekarang adalah bagaimana hidup Naruto sepeninggalnya, apa dia akan segera melupakan dirinya?
“Tuhan, apa salah dan dosa ku? Dosa apa yang telah aku lakukan di kehidupan sebelumnya hingga kau coba aku seperti ini di kehidupan ini?”
Tuhan, jika kau memang menakdirkan aku dengannya, tunjukan kebesaran-Mu Tuhan. Tunjukan padaku, agar aku percaya Kau tak menyia-nyiakan hidupku.
Siapa yang harus aku salahkan, Naruto atau Dirimu Tuhan?
Aku tahu, semua ini ada hikmahnya. Aku tahu, Kau pun sayang padaku. Tapi kenapa scenario yang kau buat seperti ini?”
Naruto, kenapa kau begitu bodoh memberikan harapan pada gadis lemah seperti Hinata? Kenapa kau memberikan kehidupan pada gadis penyakitan seperti Hinata sementara kau sendiri telah kehilangan kehidupanmu?
Kau payah, Naruto. Kau hanya bisa berjanji, kau adalah pemberi haparan palsu.
……………………………………………………………..
Sementara tubuh Hinata makin melemah, wajahnya mulai memucat bagai mayat, tangisnya pun mulai mereda. Perlahan-lahan Hinata menutup matanya, dia menghela napas panjang yang terdengar berat.
“Hinata-chan” mata Hinata terbelak mendengar suara Naruto di telinganya. Segera dia membuka matanya dan melihat sosok Naruto berdiri di depannya dengan memasang senyum mentarinya di bawah cahaya lampu yang remang-remang membuat dia terlihat benar-benar bagai matahari.
“Na-Naruto-kun” panggil Hinata pelan, ada segurat kebahagian di wajah letihnya melihat Naruto kini baik-baik saja.
“Iya, ini aku. Aku datang, Hinata-chan. Aku kan sudah bilang aku tidak akan meninggalkanmu sendirian”
“Ka-kau tak akan meninggalkan aku sendirian?” Tanya Hinata serasa tak percaya dengan apa yang dia dengar.
“Iya, karena aku tak pernah mengingkari janjiku. Karena itu aku datang untuk menjemputmu, apa kau sudah siap?” ucap Naruto seraya memberikan tangannya pada Hinata dan seulas senyum mentarinya .
“Aku sedang menunggumu Naruto-kun” jawab Hinata membalas senyum Naruto dengan senyum kebahagiannya.
“Ayo, kita pergi. Mereka sudah menunggu kita” lanjut Naruto.
“Ayo, kita tidak boleh membuat mereka menunggu” jawab Hinata seraya menyambut tangan Naruto.
Tubuh Hinata saat bangun terasa bagai angin, seakan rasa sakit yang dia rasakan selama ini menghilang bersaam saat dia meraih tangan Naruto. Setelah memegang tangan Hinata, Naruto menggenggam tangan Hinata dengan erat tanpa melepaskan senyum mentarinya.
“Apa kau bahagia, Hinata?” Tanya Naruto
“Aku tak pernah merasa sebahagia ini” jawab Hinata tersenyum bahagia.
“Aku pun begitu, setelah ini kita akan terus bersama” lanjut Naruto seraya mengajak Hinata berjalan.
“Aku tak akan melepaskan tanganmu, Naruto-kun” tambah Hinata ikut melangkah mengikuti langkah Naruto.
…………………………………………………….
Sementara itu di ruangan lain, suasana sunyi memenuhi ruangan itu. Kesan suram da tegang hampir di perlihatkan oleh semua penghuni kamar itu.
Tsunade berjalan mundur menjauh dari satu-satunya ranjang di ruangan itu. Wajah pucatnya terlihat syok berat sampai dia tak mampu berkata apa-apa, dari ekspresinya semua yang ada di ruangan itu tahu apa maksudnya.
“Na-Naruto____” suara Tsunade terdengar parau saat dia menyebut nama Naruto.
“Tsunade-sama?!” Gaara mencoba meyakinkan apa yang dia lihat, Tsunade hanya menunduk sambil teisak-isak.
“Uzumaki Naruto, dinatakan meninggal pada hari ini pukul sekian” kata seorang tenaga medis memberikan keputusan atas kematian Naruto.
“Tidak!!” semua yang ada di dalam ruangan itu terdiam dalam kedukaan mereka.
“Naruto~~~~”
“Naruto!”
“Dasar, dobe!”
“Kau memang selalu merepotkan, tapi kenapa kau pergi secepat ini!”
“Na-Naruto~~~~~~~~~~~~~~~~”
“…….”
“……”
Sekira itulah suasana di dalam ruang operasi saat Naruto pergi meninggalkan teman-temanya.
…………………………………………………….
Setelah selesai menangani Naruto, para tim medis segera kembali ke ruangan operasi tempat Hinata berada. Hal yang sama juga terjadi pada mereka saat mereka tiba di ruangan opersai dan menemukan Hinata sudah tak bernyawa lagi.
Kau percaya jodoh dan takdir?
~The end~
Arigatou Ya Mina ... Mohon Maaf Jika Fanfict ini Masih Banyak Kesalahan :)
Jangan Lupa Like Share Follow Twitter Dan Menjadi Member di blog ini Untuk Mengetahui Posting terbaru dari Blog ini Dengan cara menekan tombol Join This site Oke ...
0 comments:
Post a Comment