Judul : Matahariku
Chapter 9 :
Author : Kakashy Kyuuga
Disclsimer : Naruto punya om Masashi ^_^
Genre : hurt and romance.
Pairing : Naruhina
Setelah megembalikah Hinata ke kamarnya, Sakura melahgkah keluar dari kamar Hinata dengan ekspresi sedih. Dia melangkah menuju ruangan kusus penderita jantung untuk melancarkan aksinya, ini demi Hinata.
“Apa yang terjadi padamu, kenapa wajahmu buram seperti itu?” sebuah suara menghetikan langkah beratnya, seketika dia menoreh ke asal suara.
“Sasuke?”
“Yup, ini aku. Apa kau kira aku ini Sasori?”
Em, siapa itu Sasori, Sakura???
Sakura menatap jengkel pada Sasuke yang saat ini tersenyum licik penuh kemenangan.
“Apa maumu?!” tanya Sakura setenga kesal sambil membuang wajahnya dari sasuke.
“Aku hanya ingin menyapamu, ayo ikut aku” kata Sasuke seraya menarik Sakura mengikutinya, semetara Sakura pasrah di tarik oleh Sasuke.
………………………………….
Hari mejelag sore, matahari mulai condong ke barat, siap kembali keperaduannya. Suasana rumah sakit begitu tenang, sepi dan senyap.
Dianatara kesunyian rumah sakit terdengar suara lagkah kaki berat di tarik dengan paksa mengikuti kemana pikirannya saat ini membawanya. Surai pirangnya basah karena keringat yang bercucuran membasahi wajah berkulit tann miliknya, iris biru safirnya menatap pasti pada lorong rumah sakit di depannya, napasnya yang berderu bukanlah penghalang untuk menghetikan keinganannya melewati lorong di depannya.
“NARUTO!” pemuda itu aka Naruto berpaling ke asal suara yang memaggilnya, bibirnya medengus kesal, langkah kakinya pun di percepat hingga dia berlari meniggalkan pemilik suara tadi.
“Lee no baka! Sudah ku bilang jagan kasih tahu siapa-siapa!” dengus Naruto kesal tanpa menghetikan laju larinya.
“WOI! NARUTO! APA KAU TAK MENDEGAR KU!”
Prang!
“Ittaii!” rintih Kiba kesakitan saat sebuah baskom melayang mengenai kepalanya.
“Dasar baka, sudah tau ini rumah sakit masih saja berteriak!”
“Ugh, awas kau Naruto!” geram Kiba pelan, dia tak berani lagi berteriak, dia kawatir buka baskom lagi yang akan melayang melaikan rajang rumah sakit yang akan menimpanya.
“Maaf, Kiba!” ucap Naruto seraya terus berlari meniggalkan Kiba yang kesakitan.
Naruto terus berlari, napasya mulai tersengal-sengal, detakan jatungya pun tak teratur. Dia berheti sejenak mengatur napas dan detakan jantungnya sampai normal dan mengelap kerigat yang membasahi wajahnya.
Semetara itu di dalam kamar Hinata.
Hinata terlihat cemas, dia terus saja membuang padaganya dari jendela ke pnitu. Terus berulang sampai kepalanya sakit dengan sendirinya, dia seperti itu bukan tanpa sebab dan dia cemas seperti itu bukan karena memikirkan Naruto.
“Kenpa, Sakura belum kembali juga? Apa dia mendapat masalah denagh teman-teman Naruto?” tanya Hinata cemas, dia cemas sesuatu terjadi pada sakura karena permitaannya.
“Aku merasa tak enak padanya, aku memitanya melakukan sesuatu yang tak mngenakan baginya, wajar jika dia marah padaku. Apa sebaiknya aku sendiri saja yang mengecek keadaanya?” ucap Hinata selanjutnya seraya berjalan menju pintu keluar.
Kita kembali lagi ke Naruto yang tengah mengembalikan staminanya.
“Ketemu, kau Naruto!” suara Kiba samar-samar terdegar dari kejauhan.
“Kuso! Kenapa mereka keras kepala sekali!” runtuk Naruto seraya melanjutkan larinya.
“Sekarang kau terkepung, Naruto!” kali ini Sai berdiri tak jauh di depanya.
“Aku tak akan membiarkan kalian menangkapku!” kata Naruto seraya melajukan larinya.
“Kali ini kami tak akan kehilaga dirimu, lagi!” kata Kiba sambil membayangkan pasir gaara perlahan-lahan merayap menutupi tubuhnya jika gagal membawa kembali Naruto.
“TAK AKAN KU BIARKAN ITU TERJADI!”
Prang!
“Ittai, kenapa lagi ini!” keluh Kiba kesakitan karena kepalanya kembali lagi jadi sasaran baskom.
“Kau harus kembali bersama kami Naruto!” kata Sai seraya ikut berlari ke arah Naruto, namun laju larinya tiba-tiba berhenti saat Naruto tiba-tiba membuka salah satu pitu di sekitar mereka dan masuk seenaknya kedalam.
“Naruto!” paggil Sai mecoba menahan Naruto.
Semetara Naruto di dalam kamar yag dia masuk.
Bhuk!
“Kyaaaaa!”
“Ittai!” ritih sebuah suara tepat saat pintu di buka dan ikuti suara debaman keras.
“Hi, Hinata!” Naruto kaget saat dia melihat Hinata tertindih tubuhnya.
“Na, Naruto?!” Hinata ikutan kaget saat dia tahu siapa yang menabraknya.
“Go, gomen, Hinata. Aku tidak sengaja menabrakmu” ucap Naruto seraya berdiri dan membantu Hinata bangun.
“Kau seperti ketakuta, ada apa Naruto?” taya Hinata saat dia meliat Naruto memucat dega ekspresi cemas.
“Eto____”
“NARUTO! Apa yag terjadi di dalam, cepat buka pintuya!” Hinata memandang tak mengerti pada Naruto saat dia mendengar suara Sai yang terdengar cemas, dan Naruto hanya membalasnya dengan senyuman paksa.
“Kita dobrak saja pintu ini, jangan sampai sesuatu terjadi pada Naruto di dalam!” Naruto tiba-tiba merinding dengan spontan dia menarik tangan Hinata dan menariknya menuju jendela yang tengah terbuka.
Semetara itu dari arah pitu sudah terdengar suara dobrakan.
“Apa yang terjadi Naruto?” tanya Hinata panik saat Naruto menariknya.
“Mereka haya sewot melihat kesenaganku” jawab Naruto sekenanya seraya melompat keluar kemudian dia menarik Hinata turun dari jendela.
“Kita mau kemana?” tanya Hinata penasaran namun dalam hati dia tengah berbunga-bunga.
“Membayar hutangku padamu” jawab Naruto seraya memberikna senyum mentarinya, seketika Hinata terpaku melihat senyum Naruto yang bersinar di bawa sinaran cahaya orange matahari senja. Wajahya tiba-tiba memanas dan memerah, jangan pingsan dulu Hinata, kau baru saja akan melalui malam bersama mataharimu, jadi aku mohon kuatlah!
“Apa kau baik-baik saja, Hinata? Wajahmu memerah” tanya Naruto agak cemas melihat perubahan warna di wajah Hinata.
“Ak, aku baik-baik saja. Ayo kita pergi, Naruto-kun” jawab Hinata ceria, dia tak ingni kehilangan momen yang jarang ini.
Naruto membalas senyum Hinata, senyum yang berbeda dari sebelumnya. Senyuman yang tenang, senyumannya yang jarang dia tunjukan.
“Aku suka seyum Hinata seperti itu, Hinata terlihat sagat manis”
Stop, Naruto no baka! Kau akan mempersulit keadaan!
Bhuk!
Suara pintu berhasil di buka menghentakan kegiatan Naruto dan Hinata di luar jendela.
“Naruto! Ap______!”
Sunyi, suasana kamar terlinat sunyi dan tenang-tenang saja seolah tak terjadi apa-apa barusan. Sai memadang heran pada Kiba yang terliat cemas, mata mereka tertahan pada jendela yang setengah terbuka.
“KUSO! NARUTO NO BAKA!” teriak Kiba penuh kekesalan, seketika Sai berjalan mundur mejauh dari Kiba, begitu sadar dengan apa yang dia lakuka, Kiba langsng mengambil langkah seribu menjau dari area terkutuk itu.
………………………………………..
Suara derap langkah berlari terdengar beradu, membuat pemiliknya terlihat payah, belum lagi suara tawa mereka yang sahut menyahut membuat napasnya tersengal-sengal. Akhirnya mereka memilih berhenti di sebuah tanah lapang tak jauh dari rumah sakit, mereka membungkuk karena kecapean.
“Hahaha! Akhirnya aku bisa lolos juga mereka, aku tak bisa membayangkan wajah Kiba saat baskom kembali melayang ke kapalanya!” tawa Naruto pecah saat dia teringat akan nasib Kiba.
“Hah, hah, Naruto-kun. Kenapa mereka seperti itu?” tanya Hinata setelah tawanya reda.
“Aku tidak tahu kenapa” jawab Naruto seraya membanting dirinya di hamaparan rumput liar yang tumbuh di sekitar mereka.
Hinata tak peduli apa yang terjadi, yang dia tahu sekarang dia bisa berduaan dengan Naruto di tempat yang romantic ini. jika saja mereka adalah sepasang kekasih_____.
“Eto, Naruto-kun_____” kata Hinata terbata-bata seraya mengambil duduk di dekat Naruto.
“Iya, ada apa Hinata-chan?” kata Naruto seraya meraih tangan Hinata dan menggenggamnya.
Blush! Merah merona sudah wajah Hinata saat merasakan hangatnya tangan Naruto, malu di perlakukan seperti itu oleh Naruto membuat dia serasa ingin berlari mengelilingi jagad raya, ingin melepaskan tangan Naruto?! Tidak! Dia tidak ingin melakukan itu, tapi rasa grogi membuat dia hampir pingsan.
“Jangan lepaskan tanganmu, Hinata. Untuk sementara biarkan aku menggenggam tanganmu” kata Naruto saat Hinata melonggarkan pegangan tangannya.
Kyaaaaa! Bagaimana dia bisa tahu, kalo Hinata ingin melepaskan tangannya?!
Hinata menatap curiga pada Naruto yang terlihat aneh hari ini, namun segera dia tepiskan semua pikiran negatifnya. Dia percaya Naruto baik-baik saja, dia percaya Naruto tidak seperti apa yang dia pikirkan, iya kan Naruto?
Seolah bisa mendengar apa yang ditanyakan Hinata, Naruto membalasnya dengan senyum mentarinya. Dalam hatinya dia berkata “Semua akan baik-baik saja Hinata”.
Hinata ingin memulai percakapan mereka dengan pertanyaan yang sedari tadi mengganjal di pikirannya, tapi senyum Naruto seolah telah menjawab pertanyaannya itu.
Entah apa yang menarik dari langit senja yang berawan hingga membuat Naruto begitu asyik memperhatikannya, sementara Hinata yang merasa tak nyamana duduk memeluk lututunya dengan tangan kirinya sementara tangan kanan masih di genggam oleh Naruto.
“Naruto-kun, apa kau baik-baik saja?” akhirnya Hinata tak bisa mendiami sikap dingin Naruto yang tak biasanya.
“Aku baik-baik saja, Hinata-chan. Kau lihat, awan selalu berjalan beriringan ke satu arah mengikuti arah angin” ucap Naruti seraya menunjuk awan-awan yang bergerak ke arah timur.
“Yah, awan memang selalu berjalan beriringan. Itu sudah hukum alam” jawab Hinata sekenanya, dia mencoba menerka ke mana arah pembicaraan Naruto.
“Awan selalu di bawa terbang angin entah sampai di ujung dunia mana. Begitu pun kita, kita berdua seperti awan yang di pertemukan oleh angin dan anginpun yang akan membuat kita terus bersama entah sampai kapan” ucap Naruto tanpa menoreh pada Hinata yang hanya menundukan kepalanya.
“Tapi kita tidak di takdirkan untuk bersama” lirih Hinata pelan tanpa mengangkat wajahnya.
“Mengapa kau berkata seperti itu, apa kau tak ingin bersamaku?” tanya Naruto.
“Aku, aku mengidap penya_____”
“Aku tahu itu, aku tahu kau telah di vonis oleh dokter” potong Naruto terdengar sedih, dia mengalihkan pandangannya dari langit ke rerumputan di bawah kakinya.
“Karena itu, janganlah terlalu memberikan aku harapan kosong” sela Hinata seraya melirik Naruto dengan ekor matanya, dia tetap tak ingin mengangkat wajahnya, dia tak ingin Naruto melihat air matanya. Air mata kesedihan, karena perbedaan takdir diantara mereka.
“Tentu, bagaimana jika aku yang lebih dulu meninggal? Aku kan tidak tahu, bagaimana aku bisa memberikanmu harapan kosong”
………………………………..
Chapter 9 :
Author : Kakashy Kyuuga
Disclsimer : Naruto punya om Masashi ^_^
Genre : hurt and romance.
Pairing : Naruhina
Setelah megembalikah Hinata ke kamarnya, Sakura melahgkah keluar dari kamar Hinata dengan ekspresi sedih. Dia melangkah menuju ruangan kusus penderita jantung untuk melancarkan aksinya, ini demi Hinata.
“Apa yang terjadi padamu, kenapa wajahmu buram seperti itu?” sebuah suara menghetikan langkah beratnya, seketika dia menoreh ke asal suara.
“Sasuke?”
“Yup, ini aku. Apa kau kira aku ini Sasori?”
Em, siapa itu Sasori, Sakura???
Sakura menatap jengkel pada Sasuke yang saat ini tersenyum licik penuh kemenangan.
“Apa maumu?!” tanya Sakura setenga kesal sambil membuang wajahnya dari sasuke.
“Aku hanya ingin menyapamu, ayo ikut aku” kata Sasuke seraya menarik Sakura mengikutinya, semetara Sakura pasrah di tarik oleh Sasuke.
………………………………….
Hari mejelag sore, matahari mulai condong ke barat, siap kembali keperaduannya. Suasana rumah sakit begitu tenang, sepi dan senyap.
Dianatara kesunyian rumah sakit terdengar suara lagkah kaki berat di tarik dengan paksa mengikuti kemana pikirannya saat ini membawanya. Surai pirangnya basah karena keringat yang bercucuran membasahi wajah berkulit tann miliknya, iris biru safirnya menatap pasti pada lorong rumah sakit di depannya, napasnya yang berderu bukanlah penghalang untuk menghetikan keinganannya melewati lorong di depannya.
“NARUTO!” pemuda itu aka Naruto berpaling ke asal suara yang memaggilnya, bibirnya medengus kesal, langkah kakinya pun di percepat hingga dia berlari meniggalkan pemilik suara tadi.
“Lee no baka! Sudah ku bilang jagan kasih tahu siapa-siapa!” dengus Naruto kesal tanpa menghetikan laju larinya.
“WOI! NARUTO! APA KAU TAK MENDEGAR KU!”
Prang!
“Ittaii!” rintih Kiba kesakitan saat sebuah baskom melayang mengenai kepalanya.
“Dasar baka, sudah tau ini rumah sakit masih saja berteriak!”
“Ugh, awas kau Naruto!” geram Kiba pelan, dia tak berani lagi berteriak, dia kawatir buka baskom lagi yang akan melayang melaikan rajang rumah sakit yang akan menimpanya.
“Maaf, Kiba!” ucap Naruto seraya terus berlari meniggalkan Kiba yang kesakitan.
Naruto terus berlari, napasya mulai tersengal-sengal, detakan jatungya pun tak teratur. Dia berheti sejenak mengatur napas dan detakan jantungnya sampai normal dan mengelap kerigat yang membasahi wajahnya.
Semetara itu di dalam kamar Hinata.
Hinata terlihat cemas, dia terus saja membuang padaganya dari jendela ke pnitu. Terus berulang sampai kepalanya sakit dengan sendirinya, dia seperti itu bukan tanpa sebab dan dia cemas seperti itu bukan karena memikirkan Naruto.
“Kenpa, Sakura belum kembali juga? Apa dia mendapat masalah denagh teman-teman Naruto?” tanya Hinata cemas, dia cemas sesuatu terjadi pada sakura karena permitaannya.
“Aku merasa tak enak padanya, aku memitanya melakukan sesuatu yang tak mngenakan baginya, wajar jika dia marah padaku. Apa sebaiknya aku sendiri saja yang mengecek keadaanya?” ucap Hinata selanjutnya seraya berjalan menju pintu keluar.
Kita kembali lagi ke Naruto yang tengah mengembalikan staminanya.
“Ketemu, kau Naruto!” suara Kiba samar-samar terdegar dari kejauhan.
“Kuso! Kenapa mereka keras kepala sekali!” runtuk Naruto seraya melanjutkan larinya.
“Sekarang kau terkepung, Naruto!” kali ini Sai berdiri tak jauh di depanya.
“Aku tak akan membiarkan kalian menangkapku!” kata Naruto seraya melajukan larinya.
“Kali ini kami tak akan kehilaga dirimu, lagi!” kata Kiba sambil membayangkan pasir gaara perlahan-lahan merayap menutupi tubuhnya jika gagal membawa kembali Naruto.
“TAK AKAN KU BIARKAN ITU TERJADI!”
Prang!
“Ittai, kenapa lagi ini!” keluh Kiba kesakitan karena kepalanya kembali lagi jadi sasaran baskom.
“Kau harus kembali bersama kami Naruto!” kata Sai seraya ikut berlari ke arah Naruto, namun laju larinya tiba-tiba berhenti saat Naruto tiba-tiba membuka salah satu pitu di sekitar mereka dan masuk seenaknya kedalam.
“Naruto!” paggil Sai mecoba menahan Naruto.
Semetara Naruto di dalam kamar yag dia masuk.
Bhuk!
“Kyaaaaa!”
“Ittai!” ritih sebuah suara tepat saat pintu di buka dan ikuti suara debaman keras.
“Hi, Hinata!” Naruto kaget saat dia melihat Hinata tertindih tubuhnya.
“Na, Naruto?!” Hinata ikutan kaget saat dia tahu siapa yang menabraknya.
“Go, gomen, Hinata. Aku tidak sengaja menabrakmu” ucap Naruto seraya berdiri dan membantu Hinata bangun.
“Kau seperti ketakuta, ada apa Naruto?” taya Hinata saat dia meliat Naruto memucat dega ekspresi cemas.
“Eto____”
“NARUTO! Apa yag terjadi di dalam, cepat buka pintuya!” Hinata memandang tak mengerti pada Naruto saat dia mendengar suara Sai yang terdengar cemas, dan Naruto hanya membalasnya dengan senyuman paksa.
“Kita dobrak saja pintu ini, jangan sampai sesuatu terjadi pada Naruto di dalam!” Naruto tiba-tiba merinding dengan spontan dia menarik tangan Hinata dan menariknya menuju jendela yang tengah terbuka.
Semetara itu dari arah pitu sudah terdengar suara dobrakan.
“Apa yang terjadi Naruto?” tanya Hinata panik saat Naruto menariknya.
“Mereka haya sewot melihat kesenaganku” jawab Naruto sekenanya seraya melompat keluar kemudian dia menarik Hinata turun dari jendela.
“Kita mau kemana?” tanya Hinata penasaran namun dalam hati dia tengah berbunga-bunga.
“Membayar hutangku padamu” jawab Naruto seraya memberikna senyum mentarinya, seketika Hinata terpaku melihat senyum Naruto yang bersinar di bawa sinaran cahaya orange matahari senja. Wajahya tiba-tiba memanas dan memerah, jangan pingsan dulu Hinata, kau baru saja akan melalui malam bersama mataharimu, jadi aku mohon kuatlah!
“Apa kau baik-baik saja, Hinata? Wajahmu memerah” tanya Naruto agak cemas melihat perubahan warna di wajah Hinata.
“Ak, aku baik-baik saja. Ayo kita pergi, Naruto-kun” jawab Hinata ceria, dia tak ingni kehilangan momen yang jarang ini.
Naruto membalas senyum Hinata, senyum yang berbeda dari sebelumnya. Senyuman yang tenang, senyumannya yang jarang dia tunjukan.
“Aku suka seyum Hinata seperti itu, Hinata terlihat sagat manis”
Stop, Naruto no baka! Kau akan mempersulit keadaan!
Bhuk!
Suara pintu berhasil di buka menghentakan kegiatan Naruto dan Hinata di luar jendela.
“Naruto! Ap______!”
Sunyi, suasana kamar terlinat sunyi dan tenang-tenang saja seolah tak terjadi apa-apa barusan. Sai memadang heran pada Kiba yang terliat cemas, mata mereka tertahan pada jendela yang setengah terbuka.
“KUSO! NARUTO NO BAKA!” teriak Kiba penuh kekesalan, seketika Sai berjalan mundur mejauh dari Kiba, begitu sadar dengan apa yang dia lakuka, Kiba langsng mengambil langkah seribu menjau dari area terkutuk itu.
………………………………………..
Suara derap langkah berlari terdengar beradu, membuat pemiliknya terlihat payah, belum lagi suara tawa mereka yang sahut menyahut membuat napasnya tersengal-sengal. Akhirnya mereka memilih berhenti di sebuah tanah lapang tak jauh dari rumah sakit, mereka membungkuk karena kecapean.
“Hahaha! Akhirnya aku bisa lolos juga mereka, aku tak bisa membayangkan wajah Kiba saat baskom kembali melayang ke kapalanya!” tawa Naruto pecah saat dia teringat akan nasib Kiba.
“Hah, hah, Naruto-kun. Kenapa mereka seperti itu?” tanya Hinata setelah tawanya reda.
“Aku tidak tahu kenapa” jawab Naruto seraya membanting dirinya di hamaparan rumput liar yang tumbuh di sekitar mereka.
Hinata tak peduli apa yang terjadi, yang dia tahu sekarang dia bisa berduaan dengan Naruto di tempat yang romantic ini. jika saja mereka adalah sepasang kekasih_____.
“Eto, Naruto-kun_____” kata Hinata terbata-bata seraya mengambil duduk di dekat Naruto.
“Iya, ada apa Hinata-chan?” kata Naruto seraya meraih tangan Hinata dan menggenggamnya.
Blush! Merah merona sudah wajah Hinata saat merasakan hangatnya tangan Naruto, malu di perlakukan seperti itu oleh Naruto membuat dia serasa ingin berlari mengelilingi jagad raya, ingin melepaskan tangan Naruto?! Tidak! Dia tidak ingin melakukan itu, tapi rasa grogi membuat dia hampir pingsan.
“Jangan lepaskan tanganmu, Hinata. Untuk sementara biarkan aku menggenggam tanganmu” kata Naruto saat Hinata melonggarkan pegangan tangannya.
Kyaaaaa! Bagaimana dia bisa tahu, kalo Hinata ingin melepaskan tangannya?!
Hinata menatap curiga pada Naruto yang terlihat aneh hari ini, namun segera dia tepiskan semua pikiran negatifnya. Dia percaya Naruto baik-baik saja, dia percaya Naruto tidak seperti apa yang dia pikirkan, iya kan Naruto?
Seolah bisa mendengar apa yang ditanyakan Hinata, Naruto membalasnya dengan senyum mentarinya. Dalam hatinya dia berkata “Semua akan baik-baik saja Hinata”.
Hinata ingin memulai percakapan mereka dengan pertanyaan yang sedari tadi mengganjal di pikirannya, tapi senyum Naruto seolah telah menjawab pertanyaannya itu.
Entah apa yang menarik dari langit senja yang berawan hingga membuat Naruto begitu asyik memperhatikannya, sementara Hinata yang merasa tak nyamana duduk memeluk lututunya dengan tangan kirinya sementara tangan kanan masih di genggam oleh Naruto.
“Naruto-kun, apa kau baik-baik saja?” akhirnya Hinata tak bisa mendiami sikap dingin Naruto yang tak biasanya.
“Aku baik-baik saja, Hinata-chan. Kau lihat, awan selalu berjalan beriringan ke satu arah mengikuti arah angin” ucap Naruti seraya menunjuk awan-awan yang bergerak ke arah timur.
“Yah, awan memang selalu berjalan beriringan. Itu sudah hukum alam” jawab Hinata sekenanya, dia mencoba menerka ke mana arah pembicaraan Naruto.
“Awan selalu di bawa terbang angin entah sampai di ujung dunia mana. Begitu pun kita, kita berdua seperti awan yang di pertemukan oleh angin dan anginpun yang akan membuat kita terus bersama entah sampai kapan” ucap Naruto tanpa menoreh pada Hinata yang hanya menundukan kepalanya.
“Tapi kita tidak di takdirkan untuk bersama” lirih Hinata pelan tanpa mengangkat wajahnya.
“Mengapa kau berkata seperti itu, apa kau tak ingin bersamaku?” tanya Naruto.
“Aku, aku mengidap penya_____”
“Aku tahu itu, aku tahu kau telah di vonis oleh dokter” potong Naruto terdengar sedih, dia mengalihkan pandangannya dari langit ke rerumputan di bawah kakinya.
“Karena itu, janganlah terlalu memberikan aku harapan kosong” sela Hinata seraya melirik Naruto dengan ekor matanya, dia tetap tak ingin mengangkat wajahnya, dia tak ingin Naruto melihat air matanya. Air mata kesedihan, karena perbedaan takdir diantara mereka.
“Tentu, bagaimana jika aku yang lebih dulu meninggal? Aku kan tidak tahu, bagaimana aku bisa memberikanmu harapan kosong”
………………………………..
Bersambung ..........~
Jangan Lupa Like Share Follow Twitter Dan Menjadi Member di blog ini Untuk Mengetahui Posting terbaru dari Blog ini Dengan cara menekan tombol Join This site Oke ...
0 comments:
Post a Comment