
Judul : Matahariku
Chapter 11 :
Author : Kakashy Kyuuga
Disclsimer : Naruto punya om Masashi ^_^
Genre : hurt and romance.
Pairing : Naruhina
Perlahan-lahan iris biru safir terlihat dari balik kelopak berwarna tann, berkali-kali kelopak itu mengerjap-ngerjap untuk menormalkan penglihatannya. Suara erangan kesakitan terdengar pelan dari bibirnya, tangannya bergerak dengan sendirinya ke dadanya.
“Apa kau merasa kesakitan, Naruto?” sebuah suara yang berat menyapanya.
“Gaara, aku merasakan sakit di jantungku. Terasa sakit, sampai-sampai aku ingin mati” keluh Naruto seraya meramas dadanya.
“Naruto, bertahanlah. Kami sedang berusaha mencari jantung yang cocok untukmu”
“Apa yang kalian lakukan, aku tak ingin hidup dengan menggunakan jantung milik orang lain”
“Tapi, kau harus tetap bertahan” ucap Gaara membuat naruto terdiam, dia tiba-tiba teringat akan sesuatu. Sesuatu yang dia lupakan.
“Hinata? Diamana Hinata? Bagaimana keadaannya?” tanya Naruto begitu dia teringat akan kejadian malam itu saat mereka di belakang rumah sakit.
“Dia baik-baik saja, saat ini dia belum sadarkan diri” jawab Sasuke.
“Aku ingin melihatnya” kata Naruto seraya berusaha bangun.
“Apa yang bisa kami lakukan padamu, Naruto?” akhirnya Gaara mengucapkan kata-kata yang membuat Naruto berhenti bergerak karena tak percaya dengan apa yang baru dia dengar.
“Kami tahu, sejauh apapun usaha kami untuk menahanmu tetap istirahat tak akan ada gunanya” tambah Kiba yang tiba-tiba muncul dngan tiga benjolan di atas kepalanya. Naruto hanya merinding melihat benjolan di kepala Kiba.
“Itu pasti akibat dari suara toanya” batin naruto ngeri.
“Dan kami sadar, sejauh mana kami berusaha untuk memisahkan mu dengan HInata akan sia-sia juga” lanjut Sai.
“Maafkan kami, Naruto. Karena selama ini kami begitu egois padamu, kami hanya ingin bisa lebih lama dengan mu, kami takut kehilanganmu” sambung Lee dengan mata berkaca-kaca.
“Terimakasih semuanya, kalian sudah mencemaskan aku, dan maafkan aku jika aku terus membuat kalian repot. Aku tahu, apa yang kalian lakukan padaku selama ini demi kebaikan ku. Tapi, kalian tak bisa mencegah kematianku” kata Naruto dengan suara bergetar.
“Naruto,____” semua terdiam, mereka menyadari satu hal. Memang mereka tak bisa menunda atau mempercepat kematian Naruto.
………………………………….
Setelah sehari beristirahat, Naruto mulai merasa kondisi tubuhnya sedikit membaik. Dia ingin segera mengetahui keadaan Hinata paska kejadian malam itu, apa dia baik-baik saja atau dia masih dalam keadaan pingsan.
Setelah mengganti seragam rumah sakit, Naruto melangkah pelan namun santai menuju kamar Hinata. Tak sabar rasanya dia bertemu dengan HInata, entah apa yang membuat seperti itu. Selalu berusaha untuk bisa menemui Hinata meski keadaannya tak memungkinkan, mungkin itu karena janjinya atau dia menyimpan perasaan lain pada Hinata.
Hem, kita lihat saja nanti.
Kini langkahnya berhenti tepat di depan kamar Hinata. Ada rasa gak nyaman menyapanya, tapi ada rasa lain juga yang memintanya untuk tetap masuk.
Bagaimana ini. apa dia harus masuk atau pergi saja?
“Naruto, bagaimana keadaanmu?” Naruto terhentak kaget dari pikirannya saat dia mendengar suara Sakura dari balik pintu kamar Hinata.
“Sa, Sakura?”
“Sepertinya kau sudah membaik, kenapa kau tak masuk? Hinata sedang menunggumu”
“Hinata sedang menungguku?” inner Naruto senang. “Baiklah, aku akan segera masuk” jawab Naruto seraya tersenyum lebar pada Sakura.
“Baiklah, aku harus pergi” balas Sakura segera meninggalkan Naruto.
…………………………………………
Hinata menatap terharu pada sosok yang saat ini tengah berdiri didepannya, pemuda bersurai pirang dengan senyum mentarinya yang mampu membuat Hinata tenang di dalam kegalauannya.
“Kau datang Naruto” sambut Hinata sembari tersenyum bahagia.
“Yup, aku kan sudah bilang aku akan menjengukmu setiap hari jika aku bisa” jawab Naruto seraya mengambil tempat duduk di samping Hinata. “Aku ingin mengajak mu jalan-jalan” tawar Naruto.
“Jalan-jalan? Bersama Naruto? Lagi? Apa aku sedang bermimpi?”
“Baiklah, jika kau ingin beristirahat. Aku akan menemanimu disini”
“Ah, ti-tidak, kok. Aku mau jalan-jalan bersama mu”
“Baiklah, kalau begitu!” balas Naruto dengan semangat apinya.
………………………………….
Di taman, di bawah pohon di tengah-tengah taman Naruto dan Hinata duduk berhadapan berbagi cerita tentang apa saja, mereka tertawa bersama melepas rasa sakit yang selama ini mereka tahan bersama.
Sementara itu di ruang VIP matahari.
“Dia terlihat sangat bahagia saat bersama Hinata” ucap Gaara saat melihat Naruto dan Hinata tengah tertawa bersama di bawah pohon.
“Dia bahkan melupakan kita” tambah Kiba terdengar ngambek.
“Tak apa, yang penting dia senang. Kita sudah terlalu banyak mencampuri urusannya” sela Shikamaru malas dengan berbaring di ranjang Naruto.
“Aku hanya merasa kehilangannya” suara Lee terdengar sedih.
Sasuke menatap ke arah Naruto dan Hinata yang tengah bercerita dengan riangnya di taman seolah dunia ini milik mereka.
“Jika kalian cemburu, kalian bisa cari pasangan juga kan?”
Semua mata menatap kesal pada Sasuke dengan ekspresi yang berbeda-beda.
“Dia pikir aku tidak laku?” batin Gaara geram.
“Apa dia kira aku cemburu?” batin Kiba kesal.
“Hah, mendokusai!” gumam Shikamaru tertawa sinis.
“Aku tak berselera” bisik Shino pelan.
“Baiklah, kalau begitu. Sakura-san, I’m comiiiinnnnggg____!” teriak Lee dengan penuh semangat.
Sekarang giliran Sasuke menatap kesal pada Lee.
“Apa dia tidak menyadari maksud tatapanku?!” batin Sasuke dongkol.
“Hahaha___, jadi seperti itu?” tanya Hinata di antara tawanya mendengar cerita Naruto.
“Iya, dan saat ini mereka pasti sedang mengintip kita dari kamar VIP matahari” lanjut Naruto seraya tertawa lebar, mengingat kebiasan teman-temannya yang selalu saja suka menecari tahu kisah asmaranya.
“Menyenangkan sekali punya banyak teman, yah Naruto”
“Tentu, mereka juga teman-temanmu, Hinata______” dan bla, bla, bla, bla. Cerita Naruto penuh semangat.
Hinata POV
Senyumnya, tawanya. Sungguh menenangkan, aku suka itu. Aku suka melihat senyum dan tawanya, aku suka mendengar tawanya yang riang dan ringan.
Kau membuat hari-hariku penuh keceriaan, kau membuat hari-hariku penuh dengan rasa penasaran, aku ingin menghabiskan sisa hidupku ini dengan perasaan seperti ini, nyaman dan menenangkan.
Naruto, sungguh menyenangkan seandainya aku mengenalmu lebih awal. Pasti saat itu aku menjadi orang yang paling bahagia di dunia ini, iya kan Naruto?
Ah, apa ini? apa aku telah membuat impianku? Impianku menghembuskan napas terakhir di sampingnya?? Apa aku tidak salah?
Tidak, aku tidak salah. Aku ingin terus melihat senyumnya, aku ingin mendengar suara tawanya di saat terakhirku. Mungkin dengan begitu aku bisa pergi meninggalkan dunia ini dengan tenang.
Naruto, kau adalah matahariku, hadiah teristimewa yang di berikan oleh Tuhan untukku.
Terimakasih, Naruto.
Hinata POV end.
“Hei, Hinata. Kenapa kau malah melamun, kau tak mendengarkan cerita ku kan?!” tanya Naruto menatap curiga pada Hinata.
“Ti, tidak. Aku. Aku dengar kok” aku Hinata salah tingkah karena ketahuan melamunkan Naruto.
“Hahaha_____, lihat wajahmu Hinata. Kau terlihat lucu dengan wajah seperti itu_____” tawa Naruto tertawa lebar melihat reaksi Hinata.
Otomatis wajah Hinata memerah melihat tawa Naruto, dia memegang dadanya yang berdetak kencang dan merabah wajahnya yang memanas.
“Na, Naruto-kun” batin Hinata. “Apa yang aku rasakan ini? kenapa jantungku berdetak kencang begini?” batin Hinata “Apa ini karena penyakitku?” lagi dia mencoba mencari penyebab jantungnya berdetak.
“Apa kau demam, Hinata?”
Wuish!
Dag! Dig! Dug!
Napas Hinata memburu dan wajahnya makin memanas saat tiba-tiba Naruto mendekatkan wajahnya ke wajah Hinata dan bumi serasa berputar begitu tangan Naruto menyentuh jidat Hinata.
“Suhu tubuh mu normal, apa sakitmu kambuh, Hinata?” tanya Naruto makin cemas karena wajah Hinata makin memerah dan napasnya pun memburu.
“N, Na~~~~”
Dengan elitnya Hinata jatuh kedalam pelukan Naruto.
“Hinata! Woi, Hinata!” teriak Naruto makin panic luar angkasa begitu Hinata jatuh pingsan didalam pangkuannya.
Hinata POV.
Aduh! Apa yang aku lakukan?! Kenapa aku pake acara pingsan segala! Habisnya, Naruto bodoh sekali berbuat seperti itu. Karena sikapnya yang tiba-tiba itu membuat jantungku makin berdetak kencang akibatnya membuat kepalaku berat dan akhirnya seperti ini, berakhir dengan kepingsanku.
Sekarang bagaimana nanti saat aku bangun dan dia bertanya kenapa sampai aku bisa pingsan, apa yang harus aku jawab? Mana mungkin aku bisa mengatakan padanya penyebab pingsannya aku karena senyum dan sikapnya itu!
Tidak, itu tidak mungkin aku katakan padanya. Aku tidak pantas dan tidak layak mengatakan semua itu padanya, tidak sama sekali tidak boleh! Itu karena aku dan dia memiliki takdir yang berbeda, aku akan segera pergi sementara dia akan tetap tinggal.
Naruto, jika aku bisa berharap. Aku ingin terus bersamamu, terus tersnyum seperti ini.
Hinata POV end.
Chapter 11 :
Author : Kakashy Kyuuga
Disclsimer : Naruto punya om Masashi ^_^
Genre : hurt and romance.
Pairing : Naruhina
Perlahan-lahan iris biru safir terlihat dari balik kelopak berwarna tann, berkali-kali kelopak itu mengerjap-ngerjap untuk menormalkan penglihatannya. Suara erangan kesakitan terdengar pelan dari bibirnya, tangannya bergerak dengan sendirinya ke dadanya.
“Apa kau merasa kesakitan, Naruto?” sebuah suara yang berat menyapanya.
“Gaara, aku merasakan sakit di jantungku. Terasa sakit, sampai-sampai aku ingin mati” keluh Naruto seraya meramas dadanya.
“Naruto, bertahanlah. Kami sedang berusaha mencari jantung yang cocok untukmu”
“Apa yang kalian lakukan, aku tak ingin hidup dengan menggunakan jantung milik orang lain”
“Tapi, kau harus tetap bertahan” ucap Gaara membuat naruto terdiam, dia tiba-tiba teringat akan sesuatu. Sesuatu yang dia lupakan.
“Hinata? Diamana Hinata? Bagaimana keadaannya?” tanya Naruto begitu dia teringat akan kejadian malam itu saat mereka di belakang rumah sakit.
“Dia baik-baik saja, saat ini dia belum sadarkan diri” jawab Sasuke.
“Aku ingin melihatnya” kata Naruto seraya berusaha bangun.
“Apa yang bisa kami lakukan padamu, Naruto?” akhirnya Gaara mengucapkan kata-kata yang membuat Naruto berhenti bergerak karena tak percaya dengan apa yang baru dia dengar.
“Kami tahu, sejauh apapun usaha kami untuk menahanmu tetap istirahat tak akan ada gunanya” tambah Kiba yang tiba-tiba muncul dngan tiga benjolan di atas kepalanya. Naruto hanya merinding melihat benjolan di kepala Kiba.
“Itu pasti akibat dari suara toanya” batin naruto ngeri.
“Dan kami sadar, sejauh mana kami berusaha untuk memisahkan mu dengan HInata akan sia-sia juga” lanjut Sai.
“Maafkan kami, Naruto. Karena selama ini kami begitu egois padamu, kami hanya ingin bisa lebih lama dengan mu, kami takut kehilanganmu” sambung Lee dengan mata berkaca-kaca.
“Terimakasih semuanya, kalian sudah mencemaskan aku, dan maafkan aku jika aku terus membuat kalian repot. Aku tahu, apa yang kalian lakukan padaku selama ini demi kebaikan ku. Tapi, kalian tak bisa mencegah kematianku” kata Naruto dengan suara bergetar.
“Naruto,____” semua terdiam, mereka menyadari satu hal. Memang mereka tak bisa menunda atau mempercepat kematian Naruto.
………………………………….
Setelah sehari beristirahat, Naruto mulai merasa kondisi tubuhnya sedikit membaik. Dia ingin segera mengetahui keadaan Hinata paska kejadian malam itu, apa dia baik-baik saja atau dia masih dalam keadaan pingsan.
Setelah mengganti seragam rumah sakit, Naruto melangkah pelan namun santai menuju kamar Hinata. Tak sabar rasanya dia bertemu dengan HInata, entah apa yang membuat seperti itu. Selalu berusaha untuk bisa menemui Hinata meski keadaannya tak memungkinkan, mungkin itu karena janjinya atau dia menyimpan perasaan lain pada Hinata.
Hem, kita lihat saja nanti.
Kini langkahnya berhenti tepat di depan kamar Hinata. Ada rasa gak nyaman menyapanya, tapi ada rasa lain juga yang memintanya untuk tetap masuk.
Bagaimana ini. apa dia harus masuk atau pergi saja?
“Naruto, bagaimana keadaanmu?” Naruto terhentak kaget dari pikirannya saat dia mendengar suara Sakura dari balik pintu kamar Hinata.
“Sa, Sakura?”
“Sepertinya kau sudah membaik, kenapa kau tak masuk? Hinata sedang menunggumu”
“Hinata sedang menungguku?” inner Naruto senang. “Baiklah, aku akan segera masuk” jawab Naruto seraya tersenyum lebar pada Sakura.
“Baiklah, aku harus pergi” balas Sakura segera meninggalkan Naruto.
…………………………………………
Hinata menatap terharu pada sosok yang saat ini tengah berdiri didepannya, pemuda bersurai pirang dengan senyum mentarinya yang mampu membuat Hinata tenang di dalam kegalauannya.
“Kau datang Naruto” sambut Hinata sembari tersenyum bahagia.
“Yup, aku kan sudah bilang aku akan menjengukmu setiap hari jika aku bisa” jawab Naruto seraya mengambil tempat duduk di samping Hinata. “Aku ingin mengajak mu jalan-jalan” tawar Naruto.
“Jalan-jalan? Bersama Naruto? Lagi? Apa aku sedang bermimpi?”
“Baiklah, jika kau ingin beristirahat. Aku akan menemanimu disini”
“Ah, ti-tidak, kok. Aku mau jalan-jalan bersama mu”
“Baiklah, kalau begitu!” balas Naruto dengan semangat apinya.
………………………………….
Di taman, di bawah pohon di tengah-tengah taman Naruto dan Hinata duduk berhadapan berbagi cerita tentang apa saja, mereka tertawa bersama melepas rasa sakit yang selama ini mereka tahan bersama.
Sementara itu di ruang VIP matahari.
“Dia terlihat sangat bahagia saat bersama Hinata” ucap Gaara saat melihat Naruto dan Hinata tengah tertawa bersama di bawah pohon.
“Dia bahkan melupakan kita” tambah Kiba terdengar ngambek.
“Tak apa, yang penting dia senang. Kita sudah terlalu banyak mencampuri urusannya” sela Shikamaru malas dengan berbaring di ranjang Naruto.
“Aku hanya merasa kehilangannya” suara Lee terdengar sedih.
Sasuke menatap ke arah Naruto dan Hinata yang tengah bercerita dengan riangnya di taman seolah dunia ini milik mereka.
“Jika kalian cemburu, kalian bisa cari pasangan juga kan?”
Semua mata menatap kesal pada Sasuke dengan ekspresi yang berbeda-beda.
“Dia pikir aku tidak laku?” batin Gaara geram.
“Apa dia kira aku cemburu?” batin Kiba kesal.
“Hah, mendokusai!” gumam Shikamaru tertawa sinis.
“Aku tak berselera” bisik Shino pelan.
“Baiklah, kalau begitu. Sakura-san, I’m comiiiinnnnggg____!” teriak Lee dengan penuh semangat.
Sekarang giliran Sasuke menatap kesal pada Lee.
“Apa dia tidak menyadari maksud tatapanku?!” batin Sasuke dongkol.
“Hahaha___, jadi seperti itu?” tanya Hinata di antara tawanya mendengar cerita Naruto.
“Iya, dan saat ini mereka pasti sedang mengintip kita dari kamar VIP matahari” lanjut Naruto seraya tertawa lebar, mengingat kebiasan teman-temannya yang selalu saja suka menecari tahu kisah asmaranya.
“Menyenangkan sekali punya banyak teman, yah Naruto”
“Tentu, mereka juga teman-temanmu, Hinata______” dan bla, bla, bla, bla. Cerita Naruto penuh semangat.
Hinata POV
Senyumnya, tawanya. Sungguh menenangkan, aku suka itu. Aku suka melihat senyum dan tawanya, aku suka mendengar tawanya yang riang dan ringan.
Kau membuat hari-hariku penuh keceriaan, kau membuat hari-hariku penuh dengan rasa penasaran, aku ingin menghabiskan sisa hidupku ini dengan perasaan seperti ini, nyaman dan menenangkan.
Naruto, sungguh menyenangkan seandainya aku mengenalmu lebih awal. Pasti saat itu aku menjadi orang yang paling bahagia di dunia ini, iya kan Naruto?
Ah, apa ini? apa aku telah membuat impianku? Impianku menghembuskan napas terakhir di sampingnya?? Apa aku tidak salah?
Tidak, aku tidak salah. Aku ingin terus melihat senyumnya, aku ingin mendengar suara tawanya di saat terakhirku. Mungkin dengan begitu aku bisa pergi meninggalkan dunia ini dengan tenang.
Naruto, kau adalah matahariku, hadiah teristimewa yang di berikan oleh Tuhan untukku.
Terimakasih, Naruto.
Hinata POV end.
“Hei, Hinata. Kenapa kau malah melamun, kau tak mendengarkan cerita ku kan?!” tanya Naruto menatap curiga pada Hinata.
“Ti, tidak. Aku. Aku dengar kok” aku Hinata salah tingkah karena ketahuan melamunkan Naruto.
“Hahaha_____, lihat wajahmu Hinata. Kau terlihat lucu dengan wajah seperti itu_____” tawa Naruto tertawa lebar melihat reaksi Hinata.
Otomatis wajah Hinata memerah melihat tawa Naruto, dia memegang dadanya yang berdetak kencang dan merabah wajahnya yang memanas.
“Na, Naruto-kun” batin Hinata. “Apa yang aku rasakan ini? kenapa jantungku berdetak kencang begini?” batin Hinata “Apa ini karena penyakitku?” lagi dia mencoba mencari penyebab jantungnya berdetak.
“Apa kau demam, Hinata?”
Wuish!
Dag! Dig! Dug!
Napas Hinata memburu dan wajahnya makin memanas saat tiba-tiba Naruto mendekatkan wajahnya ke wajah Hinata dan bumi serasa berputar begitu tangan Naruto menyentuh jidat Hinata.
“Suhu tubuh mu normal, apa sakitmu kambuh, Hinata?” tanya Naruto makin cemas karena wajah Hinata makin memerah dan napasnya pun memburu.
“N, Na~~~~”
Dengan elitnya Hinata jatuh kedalam pelukan Naruto.
“Hinata! Woi, Hinata!” teriak Naruto makin panic luar angkasa begitu Hinata jatuh pingsan didalam pangkuannya.
Hinata POV.
Aduh! Apa yang aku lakukan?! Kenapa aku pake acara pingsan segala! Habisnya, Naruto bodoh sekali berbuat seperti itu. Karena sikapnya yang tiba-tiba itu membuat jantungku makin berdetak kencang akibatnya membuat kepalaku berat dan akhirnya seperti ini, berakhir dengan kepingsanku.
Sekarang bagaimana nanti saat aku bangun dan dia bertanya kenapa sampai aku bisa pingsan, apa yang harus aku jawab? Mana mungkin aku bisa mengatakan padanya penyebab pingsannya aku karena senyum dan sikapnya itu!
Tidak, itu tidak mungkin aku katakan padanya. Aku tidak pantas dan tidak layak mengatakan semua itu padanya, tidak sama sekali tidak boleh! Itu karena aku dan dia memiliki takdir yang berbeda, aku akan segera pergi sementara dia akan tetap tinggal.
Naruto, jika aku bisa berharap. Aku ingin terus bersamamu, terus tersnyum seperti ini.
Hinata POV end.
Jangan Lupa Like Share Follow Twitter Dan Menjadi Member di blog ini Untuk Mengetahui Posting terbaru dari Blog ini Dengan cara menekan tombol Join This site Oke ...
0 comments:
Post a Comment